Oleh: Ust. Heri Murtomo, M.Pd – Guru SD Luqman Al Hakim Surabaya
Seorang guru tidak hanya sekedar transfer of knowledge namun memperhatikan secara menyeluruh potensi diri siswa yang menjadi syarat bagi pengembangan diri demi pengembangan akhlak, jiwa dan raga anak. Perhatian inilah yang disebut sebagai “sistem among” (dalam buku Perjuangan Ki Hajar Dewantara: dari Politik ke Pendidikan. Wiryopranoto, S., dkk, 2017).
Dalam pendidikan, peran guru sangat penting untuk mengoptimalkan potensi diri anak. Serta membangun value diri anak sehingga kelak menjadi insan yang unggul. Kita semua masih ingat dengan Novel Laskar Pelangi yang ditulis Andrea Hirata tahun 2005 yang sangat populer. Kisah yang ditulis diangkat dari kisah nyata tentang dirinya dan teman-temannya ketika sekolah yang di kemudian hari menjadi orang-orang yang unggul. Digambarkan bahwa sekolah mereka merupakan sekolah yang jauh dari layak dari segi sarana prasarana-nya. Namun kegigihan guru mereka Bu Muslimah dalam mendidik mereka sehingga mereka menjadi insan yang unggul.
Kisah tersebut seketika mengingatkan saya saat seorang Bapak bercerita dan mengeluhkan tentang bagaimana sikap yang harus diambil untuk kelanjutan pendidikan anaknya. Bapak tersebut bercerita bahwa saat ini anaknya akan melanjutkan pendidikan ke jenjang sekolah menengah. Istrinya menginginkan agar anaknya melanjutkan sekolah ke kota besar karena fasilitas, sarana, dan lainnya sangat memadai untuk mendukung proses pembelajaran. Sang istri berargumen bahwa dengan fasilitas, sarana, akses informasi yang memadai akan memudahkan anaknya dalam belajar. Serta lebih mudah mengikuti informasi yang berkembang dan tidak ketinggalan dengan materi pelajaran yang menurutnya semakin sulit.
Sedangkan yang dipikirkan Bapaknya adalah ketika mereka pindah ke kota, maka mereka harus meninggalkan seorang ibu yang sedang dalam kondisi butuh pendamping karena kesehatannya. Bapaknya memang bekerja di kota sehingga paham betul mengenai kondisi kota dan perkembangan anak-anak di kota. Menurutnya pendidikan bukan proses mencari dan mengikuti informasi pengetahuan, namun yang lebih utama pada pengembangan pribadi yang unggul sehingga kelak menjadi insan yang bermoral, beretika, dan cerdas.
Baca juga: Mewujudkan Sekolah sebagai Rumah Kedua
Saya sampaikan kepada Bapak tersebut tentang kisah dalam Novel Laskar Pelangi. Dimana sebuah sekolah dengan keterbatasan sarana dan fasilitas, namun dapat membangun generasi unggul. Hal ini dikarenakan spirit dan ruh menjadi seorang guru yang dimiliki oleh Bu Muslimah. Dari paparan dan kisah di atas banyak pelajaran yang dapat kita ambil hikmah dan sebagai introspeksi diri untuk kembali pada khittah pendidikan.
Di era disrupsi perkembangan digital yang pesat dan masif telah menggeser pola kehidupan, semua lini kehidupan dapat diperoleh secara cepat dan instan. Hal inilah yang telah membentuk pola pikir generasi saat ini bahwa era saat ini semua dapat diperoleh dengan mudah dan cepat tanpa bersusah payah, tanpa perjuangan, tanpa berupaya keras. Era Digital telah menyajikan berbagai budaya luar negeri tanpa filter yang dengan mudah dapat diakses oleh generasi saat ini.
Perubahan-perubahan budaya dan pola pikir akan dengan mudah membawa generasi untuk mengikutinya yang dianggap trend padahal belum tentu hal tersebut sesuai dengan kaidah norma bangsa dan agama kita. Dari segi perilaku saat ini banyak kita temukan di media sosial maupun berita-berita anak usia sekolah melakukan tindak kekerasan dengan menggunakan senjata tajam. Mereka dengan tanpa dosa melukai bahkan menghabisi nyawa orang yang ditemui ataupun kelompok lain. Pergeseran perilaku generasi yang telah menyimpang ini akan menenggelamkan generasi dan bangsa. Apa yang harus dilakukan?

Guru di Era Disrupsi Seperti Apa
Ruh dan Spiritualitas Guru
Berbicara ruh seorang guru sangat sulit untuk diterima nalar karena hal ini berkaitan dengan hati nurani seorang guru. Menjadi guru adalah sebuah panggilan hati bukan sekedar profesi, bukan sekedar pekerjaan, dan bukan sekedar seseorang yang bertugas untuk transfer of knowledge. Menurut Wiryopranoto, S., dkk (2017) yang mengutip kalimat Ki Hajar Dewantara bahwa seorang guru tidak hanya sekedar transfer of knowledge namun memperhatikan secara menyeluruh potensi diri siswa yang menjadi syarat bagi pengembangan diri demi pengembangan akhlak, jiwa dan raga anak. Perhatian inilah yang disebut sebagai “sistem among”. Dalam kalimat Al Hikmah K.H. Dr. Syukri Zarkasyi pimpinan pondok pesantren modern Darussalam Gontor menyatakan bahwa “Metode lebih penting dari materi pelajaran, guru lebih penting dari metode, dan ruh seorang guru lebih penting dari guru itu sendiri.”
Dari sinilah bahwa ruh seorang guru memiliki peran penting untuk membangun dan mengembangkan potensi diri anak agar kelak menjadi insan yang unggul. Guru adalah perubah peradaban bangsa yang memiliki peran sebagai pendidik, pembimbing, dan mengarahkan untuk menjadikan insan yang berakhlak mulia, berilmu, dan mandiri bukan sekedar transfer of knowledge. Guru dapat memberikan keteladanan perkembangan akhlak anak setiap waktu.
Baca juga: Membentuk Karakter Positif di Awal Masuk Sekolah
Di era disrupsi ini, kita perlu kembali ke khittah seorang guru. Digitalisasi pendidikan hanya sebuah alat dan fasilitas untuk transfer of knowledge, menemukan, dan mencari informasi. Artinya bahwa perangkat maupun konten digital hanya menyentuh ranah kognitif anak. Sedangkan dalam inti pendidikan adalah membangun value dan mengoptimalkan potensi diri anak agar kelak menjadi insan yang unggul dan bermartabat.
Di sinilah pentingnya peran dan fungsi seorang guru. Guru tidak sekedar disibukkan dengan mencari pengetahuan materi pelajaran, bukan pintar-pintaran wawasan pengetahuan. Lebih dari itu, guru harus mengasah dan memupuk keilmuan pedagogisnya sehingga memahami karakteristik muridnya. Hingga akhirnya mampu mengembangkan potensi siswa menjadi insan unggul dan bermartabat.
Dari hal di atas, bahwa pemahaman karakteristik murid kemudian mengembangakan potensinya agar menjadi insan unggul dan bermartabat adalah ruh seorang guru. Inilah hal yang sangat berperan penting dalam pendidikan yang dapat menggeser peran fasilitas, sarana, dan kelengkapan sekolah.
Referensi
Wiryopranoto, S., Herlina, N. M. S., Marihandono, Dj., dan Tangkilisan, Y.B. (2017). Perjuangan Ki Hajar Dewantara: dari Poliitk ke Pendidikan. Tim Museum Kebangkitan Nasional. Museum Kebangkitan Nasional Direktorat Jenderal Kebudayaan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.