Pertanian di Zaman Rasulullah Saw

Posted on: 6 July 2020



Uswatun hasanah – contoh terbaik kita – Nabi akhir zaman sungguh telah memberikan contoh sempurna untuk seluruh bidang kehidupan. Contoh beliau tidak berbatas waktu, relevan saat beliau hidup, relevan saat ini, relevan pula hingga akhir zaman nanti. Di era industri seperti ini – contoh captain of industry – kepemimpinan industri yang sesungguhnya juga tetap bisa mencontoh apa yang beliau lakukan pada zamannya.


Ambil kasus pertanian kita missalnya, mengapa daya beli petani kita sulit sekali didongkrak naik setelah Indonesia menikmati 75 tahun kemerdekaannya? Tidak lain dan tidak bukan karena tidak adanya kepemimpinan industri – atau yang zaman revolusi industri dahulu disebut captain of industry.


Captain of industry inilah yang meng-organize resources untuk menghasilkan nilai tambah, membuka peluang dan menciptakan lapangan kerja yang massif. Sebaliknya tanpa adanya Captain of Industry yang akan tumbuh adalah para Robber Baron, yaitu para pengusaha yang bekerja sama dengan penguasa untuk mengambil pasar, peluang, sumber daya dan bahkan menghilangkan lapangan kerja melalui produk-produk yang mereka hasilkan atau datangkan dari negeri lain untuk kepentingan segelintir orang atau kelompok.


Ambil contoh ketika petani tomat harus membuang tomat panenannya atau membiarkan tomat membusuk karena harga terlalu rendah, petani susu yang membuang susunya, peternak ayam yang membagikan bibitnya ke masyarakat karena tidak mampu memberi makan ayamnya dengan tingkat harga jual yang terlalu rendah, peternak sapi lokal yang tidak berdaya di pasar kita sendiri, petani beras yang selalu kawatir akan datangnya beras impor yang bisa datang sewaktu-waktu – dan berbagai kisah sedih petani lainnya yang terlalu banyak untuk disebutkan satu per satu.


Dalam situasi tersebut yang kita alami selama 75 tahun kemerdekaan negeri ini – bisa Anda banyangkan , sesungguhnya yang hadir di negeri ini apakah captain of industry atau robber baron? Maka menjelang satu abad negeri ini, 25 tahun mendatang – mestinya bersama-sama kita bisa mengubah arah kemajuan negeri ini, untuk mengambil alih kepemimpinan industri dengan captain of industry yang sesungguhnya, memimpin dan mengarahkan masyarakat – sehingga tercipta pemerataan pembangunan yang sesungguhnya, dapat dinikmati oleh seluruh lapisan masyarakat negeri ini dari Sabang sampai Merauke.


Bagaimana caranya? Tidak perlu reinvent the wheel, tinggal mencontoh uswatun hasanah kita, insyaAllah kita sudah akan mendapat minimal dua manfaat sekaligus. Pertama keberkahan karena ittiba’ Nabi – yang menunjukkan ketaatan kita yang dari sana insyaAllah akan dibukakan pintu-pintu keberkahan dari langit dan dari bumi. Dan yang kedua kita akan bisa menyehatkan jiwa raga serta ekonomi kita – yang akan memberikan peluang yang sama bagi siapa saja yang mengikutinya.


Zaman Nabi bukannnya tidak ada excess produksi pertanian, saat itu pun ada. Tetapi ketika sahabat yang sedang mengalami excess produksi anggurnya, dia ada tempat bertanya kepada Nabi – dan Nabi bener-bener memberikan solusinya yang tuntas. Perhatikan contohnya dalam hadits berikut:


Dari Ibnu Al-Dailami dari ayahnya berkata: “Kami bertanya kepada Rasulullah, Wahai Rasulullah, kami memiliki anggur – apa yang harus kami lakukan dengannya?” Beliau menjawab: “Buat kismis”, Kami bertanya: “Apa yang harus kami lakukan dengan kismis?” Beliau menjawab: “Rendam (dengan air) pagi hari dan minum di sore hari, rendam di sore hari dan minum di pagi hari”, Saya bertanya: “Bolehkan saya rendam lebih lama agar lebih kuat?” beliau menjawab: “Jangah ditaruh dalam wadah yang terbuat dari tanah (keramik) tetapi taruhlah dalam wadah dari kulit,dia akan bertahan lama, dan berubah menjadi cuka” (Sunan An-Nasai, dan Sunan Abu Dawud dengan narasi yang berbeda).


Anda bisa lihat sekarang, industri pertanian berbasis anggur seperti apa yang terbangun saat itu? Petani tidak perlu kawatir excess produksinya tidak laku dijual di pasar atau harus dijual dengan harga rendah. Sesuai arahan Nabi, excess produksi anggur yang tidak terjual atau dikonsumi segar – bisa diolah menjadi kismis, dari kismis terus menjadi minuman yang tidak memabukkan, atau kalau tidak dibuat kismis bisa diolah menjadi cuka – yang bukan hanya lauk kesukaan Nabi hingga dido’akan keberkahannya oleh beliau cuka ini, dia juga lauk para nabi-nabi sebelum beliau.


Nah, apakah hal yang sama tidak bisa kita katkan terhadap produsen petani mangga kita, petani jeruk, petani apel, petani durian dan petani dari berbagai jenis tanaman lainnya yang semuanya tumbuh subur di negeri ini?


Contoh industrialisasi lainnya yang sangat massif saat itu, yang bahkan produknya menjadi salah satu instrumen pembayaran zakat – adalah industri hasil ternak, yaitu pengolahan susu menjadi keju. Keju ini adalah salah satu alat bayar zakat yang umum saat itu, bisa Anda bayangkan betapa memasyarakatnya saat itu – karena yang digunakan untuk membayar zakat umumnya adalah yang sehari-hari digunakan di masyarakat.


Abu Sa’id Al-Khudri meriwayatkan: “Kami biasa membayar zakat dengan keju, kurma dan beras gandum” (Sahih Muslim).


Apa pelajarannya dari sini? Antara lain keju yang memasyarakat saat itu. Lantas produksi siapa keju saat itu? Apakah produksi pabrik-pabrik besar milik para kapitalisme industri? Jelas bukan, membuat keju itu seerhana – bila masyarakat zaman itu saja bisa membuatnya di rumah-rumah, mengapa kita di zaman modern ini justru tidak bisa membuatnya?


Gara-gara kita tidak mengolah susu yang diproduksi petani kita sendiri, kita menjadi tergantung pada industri besar persusuan. Bila industri besar yang main, maka mereka akan berhitung ekonomis, bila lebih murah mendatangkan susu bubuk dari luar – mengapa harus cape-cape membina petani?


Dari sinilah petani susu kita yang rata-rata kecil harus head to head bersaing melawan industri persusuan global yang masif. Hilannglah kesempatan kita untuk terciptanya lapangan kerja massal untuk produksi makanan sehat dari hasil ternak ini, dan masyarakat umum juga menjadi korban – mereka hanya minum susu olahan industri – yang unsur-unsur labanan qoolishon saaighon-nya (susu yang murni dan mudah dicerna – diserap tubuh – sesuai karakter minuman susus ini yang disebutkan di Surat An-Nahl ayat 66) telah entah bercampur dengan zat apa saja.


Tetapi mengubah satu sisi saja yaitu produksi tanpa perubahan pola konsumsi juga sia-sia, karena apa yang dihasilkan petani tetap tidak terserap pasar kalau toh berhasil mengolah hasil pertanian dan ternaknya menjadi produk bernilai tambah. Itulah maka masyarakat secara luas juga harus belajar ittiba Nabi dalam pola konsumi.


Diajari konglomerat untuk makan mie instant setengah abad terakhir, kita bisa jadi bangsa pengkonsumsi mie instant. Demikian pula dalam tiga dasawarsa terakhir generasi muda kita bisa kok diarahkan untuk mengkonsumsi fast food secara massif oleh para retailer fast food global. Masak dengan sekian banyak juru dakwah yang mahir kita tidak bisa mengajak masyarakat untuk makan mengikuti kebiasaan Nabi dan generasi terbaik umat ini yang hidup bersamanya?


Lagian minum susu, makan keju, yogurt dan berlauk dengan cuka selain kebiasaan Nabi-dan para nabi-nabi sebelumnya – juga menjadi trend makanan global yang dianggap dapat memperbaiki microbime perut (ekosistem microba di dalam perut), mengapa tidak bisa kita lakukan massif untuk menyehatkan kita semua sekaligus juga sebagai jalan untuk menuju kedaulatan pangan di negeri kita sendiri.*


Oleh: Muhaimin Iqbal, Penulis adalah pendiri Geraidinar.com

Versi cetak


Berita Terkait


Visitors :5944167 Visitor
Hits :8157522 hits
Month :9743 Users
Today : 465 Users
Online : 16 Users






Sekolah Tahfidz





Hubungi Kami

Jl.Kejawan Putih Tambak VI/1 Surabaya, Telp. 031-5928587

Testimonials

  • Soraya Pambudi

    anggada121212@gmail.com

    Surabaya Timur Pakuwon

    Pada 23-Aug-2019


    Assalamualaikum warahamatullahi wabarakatuh. Mohon informasi pendaftaran sekolah untuk tahun ajaran 2020/2021. Mohon maaf apakah sekolah ini mempunyai program kelas internasional? Maksudnya apakah menerima siswa berwarganegaraan Asing?