Warning: session_start(): open(/home/cakrudin/tmp/sess_hpqotfrrvhn8qa3ldu9s1qfl50, O_RDWR) failed: Disk quota exceeded (122) in /home/cakrudin/integral.sch.id/ikutan/session.php on line 3

Warning: session_start(): Cannot send session cache limiter - headers already sent (output started at /home/cakrudin/integral.sch.id/ikutan/session.php:3) in /home/cakrudin/integral.sch.id/ikutan/session.php on line 3
Beratnya Medan Dakwah di Pedalaman Halmahera

Beratnya Medan Dakwah di Pedalaman Halmahera

Posted on: 28 September 2018

 

Sudah hampir dua tahun ini Ustadz Nurhadi berdakwah di pedalaman Halmahera membina Suku Togutil. Dalam dua tahun itu juga, sudah tak terhitung dia bolak-balik dari Kota Ternate ke Patlean, Maba Utara, Halmahera Timur dengan perjalanan darat dan laut.

 

Bertolak dari Ternate naik speedboat satu jam menuju Ibu Kota Maluku Utara, Sofifi. Kemudian dari Sofifi Nurhadi, akan melanjutkan perjalanan darat sekitar 4 jam menuju Tobelo. Di Tobelo biasanya di akan belanja bahan pokok yang akan dibagikan kepada orang-orang Togutil.

Selanjutnya, dia naik feri malam sekitar 8 jam menuju Patlean, berangkat tengah malam dan tiba di subuh hari. Kapal berhenti di tengah lautan, kemudia perahu kecil akan menjemputnya menuju daratan.

 

Belum juga tiba, dari kampung pinggir pantai itu ia akan meminjam sepeda motor warga setempat untuk melanjutkan perjalanan.

 

“Syukur, kalau sepeda motor itu lagi nganggur. Jika lagi dipakai, saya akan menunggu hingga ada motor yang nganggur,” ujarnya pada hidayatullah.com saat mengikuti perjalanan dakwahnya di Halmahera belum lama ini.

 

Dengan motor itu kemudian sambil membawa belanjaannya, satu tas punggung besar ditambah dua palstik besar, dia akan menghabiskan waktu berjam-jam menembus hutan Halmahera melewati jalan sempit yang terjal, berbatu, dan licin, menyeberangi sungai dengan sepeda motor, lalu berjalan kaki hingga ke tempat menetap Suku Togutil.

 

 

Tak hanya itu, di perjalanan ia akan melewati muara penuh rawa-rawa yang menurut warga setempat terdapat ratusan buaya.

 

“Saya sendiri pernah melihat seekor buaya di muara tersebut,” ungkapnya. Karena sudah terbiasa, Nurhadi sudah tak merasa takut lagi.

 

Jika sudah bertemu dengan suku Togutil binaannya, rasa lelah seakan hilang begitu saja. Pantauan hidayatullah.com, ia disambut layaknya oleh suku yang hinga kini sebagian besar masih hidup nomaden.

 

Dakwah Nurhadi sudah mulai membuahkan hasil, sudah ada sekitar enam kelompok Suku Togutil yang telah menjadi binaannya, dan sebagian besar telah masuk Islam.

 


Dia terus konsisten membina Suku Togutil, setiap bulan sekitar dua kali dia mengunjungi binaannnya di pedalaman hutan. Jika sudah masuk hutan, biasanya dia akan berhari-hari di sana, mengunjungi binaannya yang letak lokasinya cukup berjauhan.

 

Setiap kali mengunjungi, biasanya akan menghabiskkan sekitar lima ratusan ribu rupiah hanya untuk biaya transportasi dari Ternate hingga Patlean, Halmahera Timur.

 

Lalu dari Patlean, bersyukur jika ada sepeda motor yang bisa dipinjam. Jika tak ada, kalau tak banyak bawaan ia lebih memilih jalan kaki yang memakan waktu seharian, jika banyak bawaan dia akan menyewa lagi sepeda motor viar (motor beroda tiga) yang memakan biaya lebih banyak lagi

 

“Biasanya kalau sewa motor viar ongkosnya Rp 500 ribu bolak-balik,” katanya.

 

Itupun, menunggu kondisi aliran sungai menyusut baru bisa lancar menyeberangi sungai. Jika hujan terpaksa harus menunggu reda baru bisa menyebrang.

 

 

Sampai hari ini, Nurhadi sudah mengajak hampir 100 orang Suku Togutil memeluk Islam. Kepada mereka, alumnus Sekolah Tinggi Agama Islam Luqmanul Hakim (STAIL)-Hidayatullah Surabaya ini mengajari banyak hal; memperlakukan mereka dengan baik, kembali ke perkampungan, mengenal bahasa Indonesia, mengajarkan menutup aurat dan mengenakan hijab, cara berwudhu, shalat dan baca tulis Al-Qur’an.

 

“Sangat bersyukur dalam kesempatan ini, kami bisa membersamai muallaf orang-orang suku terasing ini untuk belajar beribadah. Ada perasaan haru dan senang. Kadang peristiwa kelucuan atau keluguan dalam beribadah pun muncul di dalamnya,” tutur Nurhadi.

 

“Mereka, kita kenalkan shalat dan gerakannya. Sebelumnya pun kita ajarkan cara mengambil air wudhu di sungai. Selanjutnya diajarkan memakai kain sarung untuk persiapan shalat,” tambahnya.

 

Kelucuan yang dialami Nurhadi dalam membina Suku Togutil ini diantaranya ketika shalat banyak yang masih masih menoleh ke kanan dan kekiri, atau kesulitan mereka saat duduk setelah sujud.

 

“Apalagi pertama kalinya mereka ruku’, pinggang dan pinggul sebagian mereka berbunyi dan saling bersentuhan. Mereka bangkit dari ruku’ pun seperti orang yang berkaca pinggang, “ ujar Nurhadi.

 

Tapi begitulah, meski pekerjaan ini bukan mudah, ia tetap merasa senang bisa membersamai orang-orang yang sebelumnya tidak mengenal budaya bahkan sebelumnya tidak terbiasa menutup aurat ini.

 

“Ikhtiar kami untuk memuliakan saudara kita muallaf Suku Togutil pedalaman tak terhenti di sini, insya Allah program-program pembinaan dan pemberdayaan lainnya akan terus bergulir. Mohon doa dan dukungan terbaik dari seluruh umat Islam,” ujarnya.

 

“Ala kulli hal, akhirnya semoga Allah mengkokohkan agama Islam ini pada mereka. Dan semoga Allah memberikan kebaikan kepada kita semua. Amin.”

 

Yang bikin trenyuh, hingga hari ini ia tidak memiliki kendaraan sendiri untuk keluar masuk hutan yang dikenal banyak hewan buas dan buaya ini.

 

Siapa mau bantu “motor dakwah” untuk Ustad Nurhadi?*/Sirajuddin Muslim (hidayatullah.com)

Versi cetak


Berita Terkait


Visitors :6008171 Visitor
Hits :8261687 hits
Month :6246 Users
Today : 837 Users
Online : 18 Users






Sekolah Tahfidz





Hubungi Kami

Jl.Kejawan Putih Tambak VI/1 Surabaya, Telp. 031-5928587

Testimonials

  • Soraya Pambudi

    anggada121212@gmail.com

    Surabaya Timur Pakuwon

    Pada 23-Aug-2019


    Assalamualaikum warahamatullahi wabarakatuh. Mohon informasi pendaftaran sekolah untuk tahun ajaran 2020/2021. Mohon maaf apakah sekolah ini mempunyai program kelas internasional? Maksudnya apakah menerima siswa berwarganegaraan Asing?