Warning: session_start(): open(/home/cakrudin/tmp/sess_gp7v5rrsej8ci8imgtnoehkps2, O_RDWR) failed: Disk quota exceeded (122) in /home/cakrudin/integral.sch.id/ikutan/session.php on line 3

Warning: session_start(): Cannot send session cache limiter - headers already sent (output started at /home/cakrudin/integral.sch.id/ikutan/session.php:3) in /home/cakrudin/integral.sch.id/ikutan/session.php on line 3
9 Sumber Kebahagiaan Hati

9 Sumber Kebahagiaan Hati

Posted on: 30 December 2022

9 Sumber Kebahagiaan Hati. Pernahkah kita merasakan kesempitan hati, sampai sedemikian sempitnya, sehingga seolah-olah langit runtuh menindih dada? Ketika itu, pandangan menjadi kabur, pikiran keruh, energi sirna, dan pelita pengharapan pun padam. Sebaliknya, ketika hati kita dilapangkan oleh Allah: segalanya terlihat gamblang, solusi problematika hidup tersaji lengkap, energi meluap, dan kita menatap kehidupan ini dengan penuh semangat serta optimisme tinggi.



Pertanyaannya, Bagaimana cara menghindari kondisi pertama di atas, dan meraih yang kedua? Ada sebuah ulasan dalam Zaadul Ma’ad karya Ibnu Qayyim yang dapat menjawab pertanyaan penting ini. Dalam kitab yang didedikasikan untuk meraih ibrah (pelajaran) dari sejarah hidup Rasulullah shallallahu alaihi wasallam tersebut, diantaranya beliau memaparkan sebab-sebab atau sumber-sumber kelapangan hati. Bila kita perhatikan isinya, lalu memikirkan kebalikannya masing-masing, kita juga akan mengerti sumber-sumber kesempitannya. Mari kita pelajari satu demi satu.


Sumber pertama adalah tauhid.


Seberapa lapang hati seseorang berhubungan erat dengan seberapa kuat, sempurna, dan pertambahan keyakinan tauhidnya. Allah berfirman, “Barangsiapa yang Allah menghendaki akan memberikan kepadanya petunjuk, niscaya Dia melapangkan dadanya untuk (memeluk agama) Islam. Dan barangsiapa yang dikehendaki Allah kesesatannya, niscaya Allah menjadikan dadanya sesak lagi sempit, seolah-olah ia sedang mendaki langit. Begitulah Allah menimpakan siksa kepada orang-orang yang tidak beriman.” (Qs. Al-Anam: 125).


Sebaliknya, kemusyrikan adalah penyebab kesempitan hati dan duka cita. Dalam surah az-Zumar: 29, Allah mengumpamakan orang musyrik dengan seorang budak yang dimiliki oleh beberapa majikan sekaligus, sementara para majikan ini selalu bertengkar. Budak itu pasti sangat bingung dan serba salah. Bandingkan dengan seorang budak yang menjadi milik penuh dari seorang majikan saja. Hidupnya pasti lebih mudah, karena ia hanya melayani satu tuan, tidak dibingungkan oleh perintah aneka majikan yang seringkali saling bertentangan.


Sumber kedua adalah cahaya iman.


Tatkala cahayanya lenyap dari hati, maka seseorang akan menghadapi kegelapan, sehingga merasa seolah-olah terkungkung dalam penjara paling sempit. Sebagaimana cahaya bisa membuat ruangan terkesan luas, demikian pula iman akan melapangkan hati.


Maka, Al-Quran pun menggambarkan kekafiran (yakni, kebalikan iman) sebagai kegelapan yang berlapis-lapis: “Atau, seperti gelap gulita di lautan yang dalam, yang diliputi oleh ombak, yang di atasnya ombak (pula), di atasnya (lagi) awan; gelap gulita yang tindih-bertindih, apabila dia mengeluarkan tangannya, nyaris dia tidak dapat melihatnya. Barangsiapa yang tiada diberi cahaya (iman) oleh Allah, tiadalah dia mempunyai cahaya sedikit pun.” (Qs. an-Nur: 40).


Sumber ketiga adalah ilmu.


Tepatnya, ilmu yang diwarisi dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, bukan sembarang ilmu. Dengannya, hati terasa sangat lapang bahkan lebih lapang dari dunia ini. Warisan kenabianlah yang membuatnya memiliki kesabaran berlipat, akhlak termulia, serta kehidupan paling tenteram.


Baca juga: 8 Cara Berbakti Kepada Orang Tua


Al-Hasan al-Bashri berkata, “Dulu bila seseorang telah mencari ilmu, maka tidak lama kemudian akan terlihat pengaruhnya pada tatapan matanya, kekhusyuannya, lisannya, tangannya, shalatnya, dan kezuhudannya.” Beliau juga berkata, “Jika seseorang telah memperoleh satu bab dari ilmu, lalu ia mengamalkannya, maka jadilah ilmu itu lebih baik baginya dibanding dunia seisinya, andai ia memiliki dunia itu lalu ia menjadikannya untuk akhirat.” (Riwayat Darimi, keduanya dengan sanad shahih).


Sumber keempat adalah kembali kepada Allah.


Kembali kepada Allah, mencintai-Nya, berfokus kepada-Nya, dan menikmati asyiknya beribadah. Rasa cinta memiliki pengaruh ajaib terhadap kelapangan hati. Cinta membuat jiwa tenteram dan hati nyaman, apalagi cinta kepada Allah, Tuhan semesta alam. Sudah dimaklumi bahwa tiada kenikmatan bagi pecinta selain berjumpa, bercengkrama, dan berdua-duaan dengan kekasihnya. Ia pasti ingin berlama-lama bersamanya. Bila terpisah, ia pun sangat rindu ingin bertemu. Bila ia dihalangi dari yang dicintainya, hatinya akan merana.


Dapat dipastikan, orang yang gemar dan ringan beribadah tentu sangat mencintai Tuhannya. Cintalah yang mendorongnya untuk segera bangkit menyambut panggilan Kekasihnya dengan penuh semangat. Siapa pun yang berpaling dari Allah, melupakan-Nya, mencintai dan bergantung kepada selain-Nya, niscaya hidupnya menjadi sempit. Bila ia mencintai selain Allah, jiwanya akan tersiksa karenanya. Hatinya pun terpenjara dalam apa yang dicintainya itu, sebab semua selain Allah mudah berubah dan tidak terjamin kepastiannya. Ketika itulah pikirannya kacau, hidupnya berantakan, dan hatinya sangat kelelahan. Maka, tidak ada yang lebih malang darinya di dunia ini!


Sumber kelima adalah kontinyu berdzikir.


Mengingat Allah dalam segala situasi dan kondisi, di segenap tempat dan waktu. Pengaruh dzikir terhadap hati sungguh menakjubkan. Dengan berdzikir, masalah yang kita hadapi memang tidak serta-merta selesai, namun minimal kita tidak jatuh terpuruk, bahkan memiliki energi berlipat untuk mengangkat bebannya.


Allah berfirman, “Orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah-lah hati menjadi tenteram.” (Qs. ar-Rad: 28). Sebaliknya orang yang lalai sangat mudah ambruk hanya dalam sekali hantaman persoalan.


Sumber keenam adalah berbuat baik


Berbuat baik kepada sesama dan menghadirkan kemanfaatan bagi mereka. Seseorang yang dermawan dan rajin berbuat baik adalah makhluk paling bahagia. Ia tidak pernah merasa kehilangan atas miliknya yang diberikan kepada orang lain. Sebaliknya, orang yang pelit dan berperangai buruk pasti selalu dirundung perasaan was-was. Ia tidak hanya mencemaskan apa yang digenggam kedua tangannya, tetapi juga menyesali apa yang hilang atau terluput dari jangkauannya, bahkan mengkhawatirkan apa yang belum didapatkannya!


Sumber ketujuh adalah keberanian.


Para pengecut takkan merasakan kehidupan yang tenang, manis, dan membahagiakan. Segala hal akan membuatnya takut, dan gangguan sekecil apa pun bisa menjadikannya terguncang. Padahal, kehidupan adalah arena ujian dan cobaan.


Baca juga: 4 Tahap Perkembangan Anak


Sebagaimana kita tidak bisa mengarungi lautan tanpa membelah ombak, maka sebenarnya kita tidak mungkin hidup tanpa menghadapi masalah. Para pemberani akan selalu meneguhkan hati, menyiapkan bekal, dan tidak pernah lupa bersandar kepada Allah. Akan tetapi, para pengecut sudah terkencing-kencing melarikan diri dari medan perang bahkan sebelum sempat melihat barisan musuh di kejauhan!


Sumber kedelapan adalah keluarnya kotoran dari hati, yakni dosa dan akhlak tercela.


Diceritakan bahwa ada seseorang bertanya, “Wahai Rasulullah, apakah iman itu?” Beliau menjawab, “Jika kebaikan-kebaikanmu membuatmu senang dan keburukan-keburukanmu membuatmu sedih, maka engkau mukmin.” Orang itu bertanya lagi, “Wahai Rasulullah, apakah dosa itu?” Beliau menjawab, “Jika ada sesuatu yang terasa mengganjal di hatimu, maka tinggalkanlah dia.” (Riwayat Ibnu Hibban. Isnadnya shahih).


Sebuah hadits lain yang senada menceritakan bahwa Nawwas bin Saman al-Anshari bertanya tentang kebajikan dan dosa, maka Nabi menjawab, “Kebajikan adalah akhlak yang baik, sedangkan dosa adalah sesuatu yang terasa mengganjal di hatimu dan engkau tidak suka jika hal itu diketahui oleh orang lain.” (Riwayat Muslim)


Dua hadits di atas menunjukkan bahwa orang yang hidupnya bersih akan memiliki suasana hati yang lapang, nyaman, tidak diliputi was-was. Sebaliknya orang yang melakukan dosa, kesalahan, atau pengkhianatan, pastilah tidak tenang. Ia khawatir jika kedoknya terbongkar. Maka, sangat boleh jadi ia akan mudah merasa tertuduh, tersindir, dan tersinggung, padahal orang lain samasekali tidak bermaksud demikian.


Sumber kesembilan adalah tidak berlebihan dalam perkara-perkara yang mubah.


Contohnya adalah tidak berlebihan dalam makan, minum, tidur, memandang, mendengar, berbicara, dan bergaul. Makan dan minum secukupnya akan menjadi bekal mengabdi kepada Allah, namun berlebih-lebihan di dalamnya akan mendatangkan kemalasan, penyakit, dan kemelaratan. Tidur seperlunya bisa mengisi “baterai” kita sehingga siap memikul amanah-amanah besar berikutnya, namun tidur yang kebablasan akan melalaikan dari kewajiban, menutup pintu rezeki, dan merusak badan. Pendek kata, segala yang berlebihan tidak akan mendatangkan kebaikan.


Oleh karenanya, Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda, “Sesungguhnya Allah tidak menyukai tiga hal untuk kalian, yaitu gemar menyebar desas-desus, menghambur-hamburkan harta, dan terlalu banyak bertanya.” (Riwayat Bukhari dan Muslim, dari Mughirah bin Syubah). Semoga Allah membimbing kita semua untuk mendapatkan sembilan sumber kelapangan hati, sehingga kita termasuk kalangan orang-orang yang beruntung dan bahagia sepanjang masa. Amin. Wallahu alam.


Oleh: Ust. M. Alimin Mukhtar - Alumni STAI Luqman Al-Hakim Surabaya, kini pengasuh Pondok Pesantren Ar-Rohmah Malang.

Versi cetak


Berita Terkait


Visitors :6009937 Visitor
Hits :8265637 hits
Month :6443 Users
Today : 966 Users
Online : 19 Users






Sekolah Tahfidz





Hubungi Kami

Jl.Kejawan Putih Tambak VI/1 Surabaya, Telp. 031-5928587

Testimonials

  • Soraya Pambudi

    anggada121212@gmail.com

    Surabaya Timur Pakuwon

    Pada 23-Aug-2019


    Assalamualaikum warahamatullahi wabarakatuh. Mohon informasi pendaftaran sekolah untuk tahun ajaran 2020/2021. Mohon maaf apakah sekolah ini mempunyai program kelas internasional? Maksudnya apakah menerima siswa berwarganegaraan Asing?